Kamis, 22 Desember 2011

Home » , , , » Kebebasan Berekspresi di Dunia Maya dengan nama palsu

Kebebasan Berekspresi di Dunia Maya dengan nama palsu

Masih ingat ketika sebuah video yang berisikan seorang polisi yang menyanyikan lagu india dengan bergaya seperti Sarukhan? Iya,, video Norman itu membuat orang-orang pada kaget, seorang polisi ternyata bisa berekspresi seperti itu. Dia sedang menghibur temannya dengan lipsing lagu india dan bergaya seolah penyanyi India. Sontak, video yang diupload di youtube itu tersebar kemana-mana dan membawa popularitas pelakunya, Norman.

Setiap orang akan cenderung untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya, dilihat atau didengarnya. Ungkapan itulah ekspresi, bisa lewat gerak badan, raut muka, ucapan dan tulisan. Di era yang internet berkembang dengan pesat ini, di era sosial media orang menemukan tempat barunya untuk mengungkapkan ekspresinya.

Orang menjadi tidak malu-malu lagi mengungkapkan perasaannya. Orang jadi lebih senang mengungkapnya di sosial media dibanding langsung di dunia nyata. Orang bebas untuk berekspresi. Mau menuliskan apa saja di twitter, facebook atau bahkan blog. Lewat media tersebut mereka menuliskan tanggapan, perasaan ataupun ide yang ada dipikiran dan hatinya mengenai apa sedang dialaminya, didengar atau dilihat.

Beberapa waktu yang lalu, ketika facebook diawal kepopulerannya. Disanalah terlihat ekspresi-ekspresi yang beragam dari masyarakat kita. Ada gerakan untuk mendukung atau menetang sesuatu. Ada murid-murid yang mengolok-olok gurunya di facebook. Berbagi foto terbarunya. Dan lain sebagainya.

Internet, media sosial menjadi tempat bebas untuk berekspresi. Ekspresi senang, galau, rindu, benci, marah dan sebagainya bisa diungkapkan di twitter, facebook, atau blog. Ada seorang yang menuliskan pengalamannya berlibur, ada yang menulis perasaan ketidakadilan yang dialami orang tuanya. Semua itu harus ditulis dan diekspresiakan dengan wajar dan bertanggung jawab.

Tentunya kebebasan berekspresi itu tidak selamanya berjalan dengan selayaknya. Masih banyak konten yang vulgar berseliweran di ranah internet. Konten umpatan, kebencian terhadap golongan atau agama masih banyak menyebar di dunia maya.

Sekarang, adalah bagaimana kita meminimalisir konten vulgar dan kebenciaan. Salah satunya selain mengkampanyekan internet sehat juga konten memperbanyak konten-konten yang bermanfaat. Saya yakin semua akan berjalan, baik yang negatif atau positif tapi harus diperbanyak yang positif sehingga yang negatif bisa tersisihkan. Ekspresi yang diposting lewat sosial media akan menjadi konten yang bisa dilihat banyak orang di internet.

Bagi saya, twitter dan blog adalah tempat untuk mengungkapkan uneg-uneg atau ide yang berkecamuk di pikiran. Menuliskan kegagalan dengan merenungi penyebab kegagalan itu. Menuliskan kekecewaan terhadap sebuah layanan. Atau menulis kegembiraan menikmati potensi atau kearifan lokal.

Sudah seharusnya berekspresi di dunia maya bukan hanya agar tidak dianggap ketinggalan zaman dan narsis belaka. Masih banyak anak muda yang “kesepian” lalu menggunakan sosial media untuk sekadar mengobatinya. Jadi mari kita gunakan kebebasan berekspresi ini untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Begitupun dengan berkomentar, karena itu adalah satu bentuk tanggapan atau ekspresi terhadap tulisan. Dalam memberi komentar dan menanggapi komentar juga haruslah bijak.

Kebebasan berekspresi janganlah menganggu orang lain. Kebebasan berekspresi mampu menyadarkan kita yang sebenarkan hidup di masyarakat. Kita adalah mahkluk sosial yang tidak bisa lepas dari orang lain. Kita membutuhkan mereka untuk saling melengkapi, menerima kelebihan dan kekurangan. Dibalik hak ada kewajiban, dibalik kebebasan berekspresi ada tanggung jawab.
Share this article :

Posting Komentar

Copyright © 2011. idwacana: Kebebasan Berekspresi di Dunia Maya dengan nama palsu . All Rights Reserved
Template Design by Herdiansyah Hamzah - Creating Website - Published Borneo Templates
Themes modify By Idnusntara. Script by SimplexDesign - Powered By Blogger